Senin, 05 Desember 2011

dagdigdug...

Drama berjudul “ Dag Dig Dug “ ini bercerita tentang kisah pasangan suami istri yang sudah pensiun dan berpenghasilan dari uang kos-kosan.
Pada babak pertama, pada suatu pagi pasangan suami istri itu menerima kabar kematian ketika mereka hendak sarapan pagi di ruang makan. Mereka mendapat kabar bahwa Chaerul Umam meninggal dunia. Sang suami yang sudah berusia tua dan ingatannya sudah tidak secemerlang waktu masih muda merasa tidak kenal dengan pemuda yang bernama Chaerul Umam. Akan tetapi sang istri berusaha mengingatkan suaminya akan pemuda yang bernama Chaerul Umam tersebut. Pada suatu ketika disaat suami istri itu sedang membahas tentang Chaerul Umam, datanglah dua orang tamu. Mereka adalah seorang wartawan yang datang dari Jakarta. Yang bermaksud menjelaskan kabar kematian Chaerul Umam dan sekaligus memberikan uang asuransi kematian Chaerul Umam dan juga uang dari kawan-kawannya kepada suami istri tersebut. Kedua wartawan tersebut adalah sahabat Chaerul Umam. Selain memberikan sejumlah uang, mereka juga meminta maaf kepada suami istri tersebut atas kelancangan mereka mengambil tindakan untuk menguburkan Chaerul Umam tanpa sepengetahuan suami istri tersebut. Setelah kedua wartawan itu pergi, suami istri itu kebingungan dan memandangi uang yang diberikan oleh kedua wartawan tadi. Dan mereka berfikir kenapa uang itu diberikan kepada mereka. Padahal mereka belum ingat siapa Chaerul Umam sebenarnya. Akhirnya setelah di fikir-fikir secara matang mereka berencana akan mengembalikan uang tersebut. Sebab mereka takut kalau-kalau suatu ketika keluarga Chaerul Umam membutuhkan uang tersebut dan menuntut mereka. Namun, ketika sang istri menghitung uangnya ternyata jumlahnya tidak sesuai dengan yang tertulis di dalam kwitansi. Pada akhirnya mereka menambahkan uang pensiunan mereka agar jumlah uang yang akan dikembalikan sesuai dengan jumlah yang tertera di dalam kwitansi. Keesokan harinya sang suami pergi ke kantor pos untuk mengirimkan uang tersebut dan juga surat yang ditulis oleh istrinya yang hendak di tujukan kepada keluarga Chaerlu Umam di Jakarta. Setelah sekian lama kedua orang tua itu bertambah tua dan penyakitan. Akan tetapi mereka berhasil mengumpulkan uang untuk persiapan penguburan mereka setelah mereka menggunakannya untuk menggenapi jumlah uang untuk keluarga Chaerul Umam. Pada suatu hari mereka menunggu tukang yang akan mengerjakan segala sesuatu apabila mereka meninggal. Pada suatu hari suami istri itu berdebat tentang uang yang telah berhasil mereka kumpulkan yang rencananya akan digunakan untuk biaya pemakaman apabila mereka meninggal nanti. Mereka lama menghabiskan waktu untuk berdebat sebab keduanya sama-sama ingin di penuhi kehendaknya. Namun, kehendak mereka berbeda. Sang istri menginginkan agar uang tersebut disimpan terlebih dahulu. Sedangkan suaminya berkehendak lain. Ia justru menginginkan agar uang tersebut di gunakan untuk membeli semen, pasir, marmer. Dan segala keperluan untuk pemakaman mereka nantinya. Pada akhirnya sang istri mengalah, ia terpaksa mempergunakan uang tersebut untuk membeli segala keperluan untuk pemakaman. Lalu setelah itu mereka menentukan siapa tukang yang akan mengerjakan pembangunan makam mereka nantinya. Dan setelah mempertimbangkannya akhirnya sang suami memilih Ibrahim sebagai tukangnya. Lalu pada suatu hari mereka mengundang Ibrahim kerumah mereka untuk membicarakan biaya dan waktu pengerjaan pembangunan makam tersebut. Setelah bertukar pikiran dengan Ibrahim, akhirnya Ibrahim pergi meninggalkan rumah suami istri tersebut dan kembali suami istri itu berdebat mengenai pembangunan makam. Dan disaat itu juga sang suami memutuskan untuk membeli dua buah peti mati. Akan tetapi sang istri melarang dan ia menganggap bahwa suaminya benar-benar tidak masuk akal. Seolah-olah ingin cepat-cepat meninggal dunia. Tak selang berapa lama, datanglah Tobing yang dulunya mondok di kos-kosan mereka. Tobing kini sudah berkeluarga dan bekerja. Ketika sedang berbincang-bincang dengan Tobing, suami istri itu menjelaskan kepada Tobing bahwa mereka akan menjual rumah mereka kepada Tobing dan bisa ditempati setelah mereka meninggal dunia. Setelah dipertimbangkan akhirnya Tobingpun bersedia membeli rumah mereka dengan pembayaran di cicil.
Hari demi hari berlalu. Suami istri tersebut menjadi sangat tua, pikun dan juga penyakitan. Tetapi telah lengkap mengumpulkan semua bahan-bahan untuk pembangunan makamnya. Semuanya diletakkan di sekitar kursi tempat mereka minum. Dan Ibrahimpun sudah tak sabar kapan ia akan mulai mengerjakan pembangunan makam suami istri tersebut. Sedangkan Tobing yang sudah mulai setengah tua sudah melunasi uang cicilan rumahnya. Akan tetapi suami istri tersebut belum juga meninggal. Mereka masih selalu mengisi hari-harinya dengan berdebat bahkan bertengkar mengenai kematiam mereka.





KOMENTAR

Dalam naskah drama ini tidak di sebutkan siapa nama dari tokoh-tokoh utamanya yaitu pasangan suami istri tersebut. Pengarang tak mengacuhkan watak dari tokoh-tokohnya. Masalah kematian menjadi urutan paling atas sebagai pembicaraan tokoh-tokohnya. Sepintas drama ini kelihatan absurd, namun sebenarnya realistis. Sebab apa yang dipikirkan oleh tokoh-tokohnya adalah juga apa yang sering dipikirkan oleh kita. Dalam naskah drama ini kita menemui dialog-dialog yang konyol dan penuh lelucon.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar